Penelitian Tindakan kelas dengan penerapan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Arab sebagai bahasa Asing di Indonesia menduduki posisi yang strategis terutama bagi umat Islam Indonesia. Hal ini bukan saja karena bahasa Arab digunakan dalam ritual keagamaan seperti shalat, khutbah jum’at, dalam berdo’a dan lain-lain, tetapi juga menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa pergaulan internasional .
Pengetahuan tentang karakteristik bahasa Arab merupakan tuntutan yang selayaknya dipahami oleh para pengajar bahasa Arab, karena pemahaman akan diskursus tersebut akan memudahkan mereka dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran. Namun hendaknya dicermati lebih lanjut, bahwa karakteristik bahasa Arab tidaklah identik dengan kesulitannya, karena dengan memiliki pemahaman tentangnya setidaknya
tersingkap kelebihan yang ada pada tubuh bahasa Arab, dan menjadi aspek kemudahan yang merupakan jalan bagi yang mempelajarinya .
Ironi adalah sebuah kata yang meski sangat riskan dipergunakan, namun dalam kondisi pembelajaran bahasa Arab dewasa ini patut untuk dikedepankan. Hal ini dikarenakan kompleksitas permasalahan yang bergayut dalam prosesi pembelajaran bahasa Arab, khususnya bila dihadapkan dengan idealita bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an dan bahasa umat Islam secara keseluruhan dikatakan demikian karena dipahami, bahwa al-Qu’ran tidak dapat dipisahkan dari medium ekspresi linguistiknya, untuk itu secara makro dapat dikatakan pula, bahwa bahasa Arab adalah bahasa umat Islam, alat komunikasi dan informasi antar umat Islam dan juga merupakan alat komunikasi manusia beriman dengan Allah, yang terwujud dalam bentuk ritual ibadah seluruh umat Islam.
Idealita entitas bahasa Arab di atas ternyata tidaklah disertai dengan realitas pembelajaranya di negeri tercinta, Indonesia. Kemampuan berbahasa Arab yang telah diyakini sebagai syarat bagi setiap individu yang melakukan kajian keilmuan secara umum dan kajian Islam secara khusus, ternyata sampai saat ini sangatlah tidak menggembirakan. Bahasa Arab tampak tertinggal jauh di belakang, baik dari segi metode, interest pelajarnya, maupun dari substansi kajiannya.
Pelajaran Bahasa Arab di Madrasah Tsanawiyah (MTs) merupakan mata pelajaran yang mengembangkan keterampilan berkomunikasi lisan dan tulisan untuk memahami dan membina kemampuan berbahasa Arab Fusha serta mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan dan mengembangkan ilmu pengetahuan agama, pengetahuan umum dan sosial budaya. Pelajaran bahasa Arab ini, berfungsi sebagai bahasa agama dan ilmu pengetahuan, disamping sebagai alat komunikasi
Kenyataan yang dihadapi bahwa sesungguhnya kondisi pengajaran bahasa Arab di madrasah-madrasah/sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai kendala dan tantangan. Kendala atau tantangan tersebut paling tidak dapat terlihat salah satunya dari segi edukatif. Pengajaran bahasa Arab masih relatif kurang ditopang oleh faktor-faktor pendidikan yang memadai. Faktor-faktor disini diantaranya factor kurikulum (termasuk di dalamnya orientasi dan tujuan, materi dan metodologi pengajaran serta sistem evaluasi), tenaga edukatif, sarana dan prasarana
Pengajaran bahasa Arab yang selama ini berjalan di berbagai madrasah /sekolah pada umumnya masih menitik beratkan kepada metode gramatikal terjemah dan masih relatif kurang sangat ditopang oleh faktor-faktor pendidikan pengajaran yang memadai. Tidak dipungkiri bahwa kurikulum memegang peranan penting bagi perjalanan sebuah proses belajar mengajar.
Namun demikian, kurikulum yang selama ini diformat oleh para pemegang kebijakan pendidikan bahasa Arab seringkali dinilai kurang produktif, terlalu gemuk dengan materi dan tidak terorientasi dengan kompetensi akhir yang harus dimiliki oleh peserta didik. Syaratnya materi yang harus dipasok ke dalam sel-sel otak peserta didik, memotivasi para pengajar untuk hanya bertugas sebagai penyampai pokok bahasan, sehingga daya kreasi pengajar tumpul dalam mengadakan pengayaan strategi pengajaran Pembelajaran Bahasa Arab yang diselenggarakan pada gilirannya kemudian hanyalah berpola untuk memindahkan isi (content transmission) dari pengajar ke peserta didik. Hal ini tentu saja membuat proses belajar mengajar menjadi bersifat monoton, satu arah dari pengajar ke peserta ajar (one way communication), tidak diarahkan ke partisipatori total peserta didik. Dan akhirnya, pola pengajaran menjadi sangat monolog dan menjemukan.
Masalah pendidikan dan pengajaran merupakan masalah yang sangat kompleks dimana banyak faktor yang ikut mempengaruhinya. Salah satu faktor tersebut adalah guru. Guru merupakan komponen pengajaran yang memegang peranan penting dan utama, karena keberhasilan proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh faktor guru
Sebagai pengajar bahasa Arab yang baik seyogyanya mengetahui dengan pasti tujuan yang hendak dicapai oleh pengajaran bahasa itu, mengetahui apa yang hendak di ajarkan untuk mencapai tujuan itu, dan mengetahui bagaimana membawakannya di depan kelas sehingga tujuan itu bisa tercapai pada waktu yang telah di tentukan dalam kurikulum, dan mengetahui pula kapan masing-masing tahapan diajarkan. Dengan perkataan lain tujuan pengajaran bahasa Arab akan menentukan materi yang harus diajarkan, dan menentukan pula sistem dan metode yang hendak dipergunakan. Di samping itu, hal lain yang harus dipertimbangkan dan diprioritaskan dalam pengajaran adalah faktor ketrampilan bahasa
Berangkat dari pentingnya pembinaan dan pengembangan ketrampilan bahasa Arab, maka penulis ingin melaksanakan penelitian yang berjudul “Penerapan Metode Langsung dalam Meningkatkan Ketrampilan Berbicara Pembelajaran Bahasa Arab di Kelas VII A MTs Darul Uluum Berasan Muncar Banyuwangi
(Penelitian Tindakan Kelas)”. Penelitian di MTs Darul Uluum berawal dari masa pengabdian pondok kurang lebih selama 6 tahun belajar Bahasa Arab. Ketertarikan penulis dengan siswa madrasah tersebut, yakni dari latar belakang mereka yang mayoritas dari sekolah umum (Sekolah Dasar). Selain itu dari latar belakang keluarga kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua terhadap anak.
Pendidikan tidak hanya berlangsung di madrasah, tetapi juga di dalam keluarga. Sayangnya, masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa tugas mendidik hanyalah tugas sekolah/ madrasah saja. Para orang tua seperti ini menganggap bahwa tugas orang tua tidak lebih sekedar mencukupi kebutuhan lahir anak; seperti makan, minum, pakaian dan alat-alat pelajaran serta kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat kebendaan. Oleh sebab itu, para orang tua yang seperti ini selalu sibuk dengan pekerjaan mereka sejak pagi sampai sore, bahkan ada juga yang sampai malam untuk mendapatkan uang sebanyak- banyaknya. Mereka tidak memiliki waktu lagi untuk memperhatikan dan mengawasi anak-anaknya belajar
Sampai akhirnya untuk kegiatan membaca al-Qur’an pun dikesampingkan disebabkan kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua, di samping itu banyak disibukkan dengan acara-acara televisi, tontonan, game, dan lain-lain. Sedangkan untuk belajar bahasa Arab harus mempunyai ketrampilan minimal bisa/mampu membaca dan mengetahui huruf-huruf hijaiyah
Sebelum lebih jauh mempelajari kaidah bahasa Arab maka sudah semestinya mempelajari cara membaca al-Qur’an dengan benar sesuai dengan hukum-hukum tajwid agar tidak salah dalam membaca atau mengucapkan. Padahal, salah baca atau salah ucap akan menimbulkan perbedaan makna bahkan memutarbalikkan fakta. Suatu kata yang seharusnya berkedudukan sebagai pelaku berubah menjadi obyek dan seterusnya. Tentu saja hal ini; membaca dengan benar serta mengikuti kaidah-tidak bisa disepelekan.
Praktek pengajaran bahasa Arab yang di lakukan oleh Bapak Syadali kelas VII, sudah bagus akan tetapi cara penyampaian dan metode yang diterapkan belum relevan. Adapun kegiatan pembelajarannya yakni guru menggunakan buku pedoman “Bahasa Arab Mudah dan Perlu” guru lebih mengutamakan metode mengajar yang banyak menekankan kegiatan belajar pada penghafalan dan penerjemahan kata perkata, dengan sendirinya gambaran dan pengertian bahasa atas dasar metode ini tidak lengkap dan utuh, karena tidak mengandung tekanan bahwa bahasa itu pada dasarnya adalah ujaran.
Sedangkan untuk seorang siswa menengah karena mereka masih belajar dasar dan dilihat dari segi latar belakang diatas, sebaiknya diterapkan langsung (praktek) dalam pembelajaran bahasa Arab karena siswa akan lebih lama daya ingatnya dengan cara seperti itu daripada hanya menghafal secara teori. Metode seperti itu membuat siswa pasif dan tidak kreatif dalam penggunaan bahasa. Di sisi lain siswa kering akan daya partisipasi, karena tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi diri mereka.
Maka dari itu penulis bersama Bpk. Syadali pengajar bahasa Arab ingin melakukan perbaikan untuk meningkatkan ketrampilan dan keaktifan siswa dalam mempelajari bahasa Arab. Diantara sekian banyak metode, metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah) inilah yang sesuai untuk tingkat permulaan dan tingkat menengah. Sedangkan untuk tingkat lanjutan akan terjadi kebosanan, karena pada dasarya untuk tingkat lanjutan sudah merasa dirinya besar, ingin bebas, selain itu dalam pembelajaran bahasa Arab tidak lagi menggunakan All One System, sehingga untuk teknik pengulangan dan peniruan kurang sesuai.
Pada metode ini guru menggunakan bahasa Asing yang akan diajarkan, sedangkan bahasa murid tidak boleh digunakan. Untuk menjelaskan arti suatu kata atau kalimat digunakan gambar-gambar atau peragaan dan setiap kalimat diragakan pada waktu diucapkan. Bahasa mula-mula melalui pendengaran kemudian diperkuat melalui penglihatan dan tangan dengan cara membaca dan menulis, semua kosakata dikaitkan dengan aktivitas. Rangkaian kalimat berhubungan dengan perbuatan dan kegiatan sehari-hari atas dasar kesenangan murid, bukan kesenangan guru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses pembelajaran dengan penerapan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah) dalam pembelajaran Bahasa Arab di MTs Darul Uluum Berasan Muncar Banyuwangi?
2. Adakah peningkatan ketrampilan berbicara (maharatul kalam) dengan penerapan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah) dalam pembelajaran Bahasa Arab?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah mendiskripsikan proses pembelajaran dengan Metode Langsung (al- Thariqah al-Mubasyirah) dalam pembelajaran Bahasa Arab di MTs Darul Uluum dan untuk mengetahui hasil penelitian dengan menerapkan Metode Langsung (al-Thariqah al-
Mubasyirah) dalam pembelajaran bahasa Arab.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi siswa
1) Siswa mampu menggunakan bahasa Arab dengan aktif dalam percakapan sehari-hari.
2) Siswa mampu memahami Bahasa Arab cepat dengan menggunakan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah)
b. Bagi guru
1) Meningkatkan daya kreasi guru dalam mengadakan pengayaan metode pembelajaran khususnya bahasa Arab.
2) Memberikan motivasi guru untuk membina dan mengembangkan ketrampilan berbahasa Arab.
c. Bagi Sekolah
Dari penelitian ini dapat memberikan inspirasi dan masukan untuk peningkatan dan pengembangan pembelajaran langsung di Madrasah/Sekolah
D. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa skripsi yang sebelumnya juga meneliti tentang Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah) sebagai bahan studi kepustakaan antara lain:
1. Skripsi Qaimah, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (2008) yang berjudul Pembelajaran Bahasa Arab dengan Metode Langsung Di Pondok Pesantren Putra Ibnul Qoyyim Stimulyo Piyungan Bantul Tahun Akademik 2007-2008 (Tinjauan Efektifitas Model). Penelitian ini cenderung memfokuskan pembahasan pada pertanyaan; Apakah metode tersebut efektif dan mampu meningkatkan kemampuan Bahasa Arab serta meninjau dan menelaah ulang kapan dan dimana sebetulnya Metode Langsung ini baik dan relevan untuk digunakan sehingga penggunaannya tidak salah tempat dan sasaran
2. Skripsi karya Imron, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (2003) yang berjudul Efektifitas Metode Langsung dalam Pengajaran Bahasa Arab Di Kelas II Madrasah Aliyah Keagamaan Raudhatul Ulum Sakatiga Indralaya OKI Sumatra Selatan. Penulis dalam skripsi ini membahas tentang keefektifan Metode Langsung dalam pengajaran Bahasa Arab dan hambatan-hambatan apa saja yang dialami oleh guru dalam menggunakan Metode Langsung dalam pengajaran Bahasa Arab .
3. Skripsi Nunung Nuraeni, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (2002) yang berjudul Direct Methode dalam Pembelajaran Bahasa Arab Di Pesantren Ibnul Qoyyim Yogyakarta (Studi Kasus di Madrasah Aliyah). Penelitian ini terfokus pada penerapan Metode Langsung dalam proses pembelajaran bahasa Arab di pesantren tersebut
Dari beberapa tinjauan penelitian di atas, ada perbedaan dengan penelitian penulis. Penelitian-penelitian di atas hanya bersifat teoritis dan hanya membandingkan metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah)dengan metode lain, apakah Metode Langsung merupakan metode yang efektif atau bukan dalam pembelajaran Bahasa Arab. Berbeda halnya dengan penelitian yang akan penulis teliti, disini penulis menerapkan Metode Langsung dengan mempraktekkan di sekolah, jadi bukan hanya bersifat teori.
E. Landasan Teori
1. Metode Pengajaran Bahasa Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik dalam suatu pengajaran untuk mewujudkan
tujuan yang ditetapkan. “Bagi segala sesuatu itu ada metodenya, dan metode masuk surga adalah ilmu.” (HR Dailami)
Hadist di atas menegaskan bahwa untuk mencapai sesuatu itu harus menggunakan metode atau cara yang di tempuh termasuk keinginan masuk surga. Dalam hal ini ilmu termasuk sarana atau metode untuk memasukinya
Method, yang dalam Bahasa Arab disebut Thariqah, adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi bahasa secara teratur, dimana tidak ada satu bagiannya yang bertentangan dengan bagian yang lain dan kesemuanya berdasarkan atas approach (pendekatan) yang telah ditentukan. Jika approach bersifat axiomatic, metode bersifat prosedural. Sehingga dalam satu pendekatan bisa saja terdapat beberapa
metode. Misalnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyajian materi pelajaran diantaranya latar belakang bahasa murid, dan bahasa Asing yang dipelajarinya sehingga mengakibatkan perbedaan metodologis .
Pengajaran bahasa Arab untuk orang Indonesia misalnya, akan berbeda secara metodologis dengan pengajaran bahasa Arab untuk orang Inggris. Umur murid, latar belakang sosio-kultural, pengalamannya dengan bahasa Arab atau bahasa Asing lainnya sebelumnya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi metode. Dalam pembelajaran memilih suatu metode, bisa terjadi beberapa metode didasarkan atas approach yang
sama .
Disamping itu, tujuan dari program bahasa yang diberikan, apakah tujuannya untuk membaca, kemahiran bercakap-cakap, kemahiran menerjemahkan, dan lain-lain. Kesemuanya akan membentuk dan mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang dianggap tepat sasaran. Berdasarkan tujuan, yakni pembelajaran aktif berpusat pada siswa
jadi penulis menggunakan metode Langsung (Mubasyirah) dalam pembelajaran bahasa Arab. Metode apa pun yang digunakan oleh pendidik atau guru dalam proses pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah akomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip KBM, diantaranya:
Pertama, berpusat pada anak didik (student oriented). Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Satu kesalahan jika guru memperlakukan mereka secara sama. Gaya belajar (learning style) anak didik harus diperhatikan.
Kedua, belajar dengan melakukan (learning by doing) supaya proses belajar itu menyenangkan, guru harus menyediakan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperoleh pengalaman nyata.
Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning to life together).
Keempat, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik juga mampu memompa daya imajinasi anak didik untuk berfikir kritis dan kreatif.
Kelima, mengembangkan kreativitas dan ketrampilan memecahkan masalah. Proses pembelajaran dan pendidikan yang dilakukan oleh guru bagaimana merangsang kreativitas dan daya imajinasi anak untuk menemukan jawaban terhadap setiap masalah yang dihadapi anak didik
2. Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah)
Metode ini lahir sebagai reaksi terhadap penggunaan metode nahwu wa tarjamah yang mengajarkan bahasa seperti bahasa yang mati. Sebelumnya sejak tahun 1850 telah banyak muncul propoganda yang mengampanyekan agar menjadikan pengajaran bahasa asing itu hidup, menyenangkan dan efektif. Propoganda ini menuntut adanya perubahan
yang mendasar dalam metode pengajaran bahasa asing. Sehingga secara cepat lahirlah metode pembelajaran baru yang disebut Metode Langsung .
Metode Langsung berasumsi bahwa belajar bahasa yang baik adalah belajar langsung menggunakan bahasa, secara intensif dalam komunikasi. Orientasi metode ini adalah penggunaan bahasa di masyarakat. Penggunaannya di kelas harus seperti penutur asli .
Metode ini disebut Metode Langsung karena selama pelajaran pengajar langsung menggunakan bahasa Asing yang diajarkan, sedangkan bahasa pelajar sedapat mungkin tidak boleh digunakan, yaitu dengan menciptakan lingkungan bahasa. Untuk menjelaskan arti suatu kata atau kalimat digunakan gambar-gambar atau peragaan. Dalam proses
pembelajaran bahasa kedua, bahasa itu dipelajari melalui asosiasi langsung antara kata atau frase dengan benda dan perbuatan atau intervensi bahasa pertama. Pembelajar harus dapat menguasai kegiatan menyimak bahasa tersebut melalui latihan sesering mungkin.
Pembelajaran bahasa harus bermula dari pengenalan benda-benda dan perilaku yang ada di sekeliling pembelajar, misalnya benda-benda yang ada di dalam kelas. Ketika proses belajar berlangsung, pembelajar mengkomunukasikan apa yang dilihatnya dengan menggunakan bahasa kedua (bahasa Arab). Untuk menghindari penggunaan terjemahan,
pengajar dapat memanfaatkan gambar-gambar. Penjelasan mengenai kosakata baru dilakukan melalui para frase dalam bahasa kedua (bahasa Arab), gerak-gerik tubuh, atau dengan menunjukkan benda yang dimaksud. Kaidah bahasa tidak diajarkan secara terpisah atau tersendiri, tetapi dipelajari oleh pembelajar melalui pelatihan. Mereka akan membuat simpulan-simpulan mengenai tata bahasa melalui metode induktif . Pengembangan ketrampilan membaca diintegrasikan dengan ketrampilan berbicara karena bahasa pada dasarnya adalah ujaran.
Budaya diartikan lebih dari sekedar seni.
Ciri-ciri metode ini adalah sebagai berikut:
a. Materi pelajaran terdiri dari kata-kata dan struktur kalimat yang banyak digunakan sehari-hari
b. Gramatika diajarkan dengan melalui situasi dan dilakukan secara lisan bukan dengan cara menghafalkan kaidah-kaidah tata bahasa.
c. Arti yang kongkrit diajarkan dengan menggunakan benda-benda sedangkan arti yang abstrak melalui asosiasi.
d. Banyak latihan-latihan mendengarkan dan menirukan dengan tujuan agar dapat dicapai penguasaan bahasa secara otomatis.
e. Aktivitas banyak dilakukan di kelas.
f. Bacaan mula-mula diberikan secara lisan.
g. Sejak permulaan pelajar dilatih untuk berfikir dalam bahasa Asing .
Sebagai sebuah reaksi proaktif terhadap metode gramatika tarjamah, maka karakteristik dari metode ini adalah:
a. Memberi prioritas yang tinggi pada ketrampilan berbicara sebagai ganti ketrampilan membaca, menulis, dan terjemah.
b. Basis pembelajarannya terfokus pada teknik demonstratif; menirukan dan menghafal langsung, dimana murid-murid mengulang-ulang kata, kalimat dan percakapan melalui asosiasi, konteks dan definisi yang diajarkan secara induktif, yaitu berangkat dari contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan.
c. Mengelakkan jauh-jauh penggunaan bahasa Ibu pelajar.
d. Kemampuan komunikasi lisan dilatih secara cepat melalui tanya jawab yang terencana dalam pola interaksi yang bervariasi
e. Interaksi antar guru dan murid terjalin secara aktif, dimana guru berperan memberikan stimulus berupa contoh-contoh, sedangkan siswa hanya merespon dalam bentuk menirukan, menjawab pertanyaan, memperagakannya.
Metode ini berangkat dari satu asumsi dasar, bahwa pembelajaran bahasa Asing tidaklah jauh berbeda dengan belajar Bahasa Ibu, yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung dan intensif dalam komunikasi keseharian; dimana tahapannya bermula dari mendengarkan kata-kata, menirukannya secara lisan, sedangkan mengarang dan membaca dikembangkan kemudian. Metode ini berorientasi pada pembentukan
ketrampilan pelajar agar mampu berbicara secara spontan dengan tata bahasa yang fungsional dan berfungsi untuk mengontrol kebenaran .
Adapun kelebihan dan kekurangan dalam Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah) adalah :
1. Kelebihan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah):
a. Mempersiapkan pengetahuan bahasa yang bermanfaat bagi ujarandalam konteks.
b. Cocok dan sesuai bagi tingkat-tingkat linguistik para siswa.
c. Beberapa penampilan dan pajangan bagi tuntunan spontan.
2. Kekurangan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah):
a. Hanya dapat diterapkan pada kelompok kecil.
b. Sukar menyediakan berbagai kegiatan yang menarik dan bersifat
situasi sebenarnya di dalam kelas.
c. Sangat membutuhkan guru yang terampil dan fasih .
3. Teori Belajar Bahasa Komunikatif.
Dalam pelaksanaan di kelas, metode yang juga dipengaruhi strukturalisme ini, menurut Moulton (1963), memiliki lima karakteristik kunci yang perlu dipertimbangkan jika hendak merancang bahasa.
a. Bahasa itu ujaran, bukan tulisan.
b. Bahasa itu seperangkat kebiasaan.
c. Ajarkanlah bahasa, bukan tentang bahasa.
d. Bahasa adalah sebagaimana dikatakan oleh penutur asli, bukan seperti yang dipikirkan orang bagaimana seharusnya berbicara.
e. Bahasa itu berbeda-beda.
Pengajaran yang khas dalam pendekatan ini adalah sebagai berikut:
a. Menyajikan butir bahasa yang harus dipelajari, dengan memberikan demonstrasi yang jelas untuk maknanya, melalui sarana nonverbal.
b. Memberikan model pola-pola bahasa target dengan sejumlah contoh.
c. Pelatihan bentuk substitusi progresif dilakukan siswa seluruh kelas, diikuti dengan siswa kelas yang dibagi dua, kemudian perseorangan.
d. Melakukan pengulangan menggunakan versi interogatif struktur bahasa sasaran. Tahap terpenting dalam metode ini adalah penyajian dan pelatihan, karena dilakukan secara eksklusif dalam bahasa sasaran, penyajian penting sekali dilakukan sejelas mungkin
e. Prinsip Belajar Bahasa Komunikatif. Bahasa adalah membantu pembelajar mampu menggunakan bahasa target. Tujuan ini bias dicapai dengan mengikuti berbagai jalan, dan dengan menggunakan berbagai pendekatan pengajaran
Untuk mencapai tujuan tersebut seorang guru harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian harus diwujudkan ke dalam kegiatan pengajaran mereka, menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk pengajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa yakni sebagai berikut:
a. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat.
b. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam penggunaan bahasa sasaran secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas.
d. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk ketrampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa.
e. Pembelajaran akan belajar bahasa dengan baik bila ia dibeberkan dalam data sosio-kultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran.
f. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia menyadari akan peran dan hakekat bahasa dan budaya.
g. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberi umpan balik yang tepat yang menyangkut kemajuan mereka.
h. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.
4. Pendekatan Psikologi (Behavioristik)
Semi (1993) mengemukakan bahwa pendekatan psikologi bahasa berkaitan dengan ilmu yang menelaah bagaimana peserta didik belajar dan bagaimana peserta didik sebagai individu yang kompleks. Hasil studi mutlak untuk dikuasai oleh pengajar bahasa. Premis dan asumsi psikologi dimanfaatkan dalam pendekatan ini, terutama dalam penyusunan strategi mengajar. Salah satu asumsi psikologi yang dimanfaatkan yaitu teori behaviorisme:
Segala tingkah laku atau kegiatan seseorang merupakan respon terhadap adanya stimulus. Proses belajar tidak lain daripada mekanisme stimulus-respon itu. Secara lebih detail teori behaviorisme adalah sebagai berikut:
a. Proses belajar sangat bergantung kepada faktor yang berada diluar dirinya, sehingga ia memerlukan stimulus dari pengajarnya.
b. Hasil belajar banyak ditentukan oleh proses peniruan, pengulangan dan penguatan (reinforment).
c. Belajar harus memulai tahap-tahap tertentu, sedikit demi sedikit, yang mudah mendahului yang lebih sulit
Teori ini beranggapan bahwa keberhasilan belajar seseorang sangat ditentukan oleh faktor luar atau faktor eksternal. Skinner, seorang tokoh behaviorisme, mengemukakan bahwa proses belajar bahasa sama saja dengan mempelajari sesuatu yang non bahasa, yaitu melalui mekanisme stimulus respons dan ditambah dengan penguatan
Menurut hukum kesiapan, hubungan antara stimulus dan respon akan terbentuk atau mudah terbentuk apabila telah ada kesiapan pada sistem saraf individu. Selanjutnya, hukum latihan atau pengulangan, hubungan antara stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang.
Perkembangan kematangan berbahasa tergantung pada frekuensi atau lamanya latihan. Belajar bahasa dengan cara peniruan atau tubian merupakan teknik utama pendekatan Behavioristik. Teknik tubian yang selalu menjadi ciri pembelajaran bahasa merupakan salah satu bukti keberhasilan pendekatan ini. Teknik tubian terutama digunakan pada pertemuan-pertemuan awal pembelajaran bahasa Asing
F. Hipotesis Penelitian
Penerapan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah) dapat meningktkan keterampilan siswa (Maharatul Kalam) kelas VII A MTs Darul Uluum dalam pembelajaran Bahasa Arab.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan yakni kualitatif karena peneliti ingin mendeskripsikan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah) dalam pembelajaran bahasa Arab di MTs Darul Uluum dengan keterkaitan dari latar belakang. Sedangkan jenis penelitiannya adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) CAR.
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa
Salah satu ciri khas PTK adalah adanya kolaborasi (kerja sama) antara praktisi (guru kepala sekolah, siswa dan lain-lain) dan peneliti dalam pemahaman, kesepakatan, tentang permasalahan, pengambilan keputusan yang akhirnya melahirkan kesamaan tindakan (action). Sebagai penelitian yang bersifat kolaburatif. Maka harus secara jelas diketahui peranan dan tugas yang harus dilakukan antara guru dengan peneliti
Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas, sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesionalnya.
2. Model Penelitian Tindakan
Secara garis besar dalam Penelitian Tindakan terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan (2) pelaksanaan (3) pengamatan (4) refleksi.
Tahap 1: Menyusun rancangan tindakan (planning)
Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru itu sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang melakukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru, yang dengan cara bergantian mengamati. Ketika sedang mengajar dia adalah seorang guru, ketika sedang mengamati dia adalah seorang peneliti.
Dalam tahap menyusun rancangan ini peneliti menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati. Kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung
Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan (acting)
Tahap kedua dari penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang
merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan yaitu mengenakan tindakan di kelas. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap kedua ini pelaksana guru harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar tidak dibuat-buat.
Tahap 3: Pengamatan (Observing)
Tahap ketiga yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat agar melakukan “pengamatan balik” terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik ini, guru pelaksana mencatat sedikit demo apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus perbaikan.
Tahap 4: Refleksi (Reflecting)
Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Istilah refleksi di sini sama dengan “memantul” seperti halnya memancar dan menatap kena kaca. Dalam hal ini, guru pelaksana sedang memantulkan pengalamannya pada peneliti yang baru saja mengamati kegiatannya dalam tindakan
3. Instrumen penelitian
Dalam pengambilan data pada penelitian ini, diperlukan instrument sebagai berikut:
a. Kehadiran Peneliti sebagai instrumen (human instrument) dan sekaligus pengumpul data
b. Lembar Observasi
Secara umum pengertian observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan
Adapun isi dalam lembar observasi adalah tentang proses pembelajaran ketika berlangsung di kelas, bagaimana guru dan siswa sedang berinteraksi langsung, dari kegiatan pertama sampai kegiatan akhir. Selain itu juga mencatat aktifitas dan sejauh mana perkembangan siswa dalam pembelajaran bahasa Arab.
c. Tes
Tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee
Tes yang akan peneliti gunakan adalah pre test dan post test, tes awal (pre-test) secara tertulis untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh para siswa.
Selanjutnya adalah tes akhir (post-test) guna mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh siswa. Isi dan materi tes akhir ini adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada siswa.
d. Wawancara
Wawancara merupakan suatu percakapan dengan tujuan untuk memperoleh konstruksi, rekonstruksi, dan proyeksi yang telah didapat sebelumnya. Metode ini ditujukan kepada beberapa siswa untuk mengetahui bagaimana dengan adanya penerapan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah) dalam pembelajaran bahasa Arab, adakah perkembangan dalam diri mereka pada penggunaan bahasa Arab khususnya ketrampilan al-kalam. Selain itu wawancara ditujukan kepada guru bahasa Arab, untuk mengetahui respon atau tanggapan tentang Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah).
e. Dokumentasi
Dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang hal-hal yang berhubungan tentang keadaan guru, keadaan siswa, karyawan, sarana dan prasarana yang ada di sekolah, dan juga berupa foto untuk menggambarkan secara visual kondisi ketika pembelajaran sedang berlangsung.
4. Sumber data dan penelitian (setting penelitian)
Subyek penelitian yakni siswa kelas VII A semester gasal tahun pelajaran 2010-2011 MTs Darul Uluum. Penentuan subyek ini berdasarkan metode yang sesuai dengan kelas ini dan pertimbangan guru Bahasa Arab MTs Darul Uluum. Kelas VII A yang merupakan setting penelitian tindakan kelas ini terletak di ujung sebelah utara madrasah, siswa di kelas ini berjumlah 29 siswa terdiri dari 15 siswa putra dan 14 siswa putri yang memiliki kemampuan atau kecerdasan yang bervariasi.
5. Prosedur (langkah-langkah penelitian)
Adapun rencana tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan instrumen pembelajaran Instrumen pembelajaran yaitu RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dibuat oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada
guru mata pelajaran bahasa Arab.
b. Skenario Tindakan
1) Perencanaan
Dalam tahap ini peneliti mengadakan observasi terlebih dahulu kemudian melakukan wawancara dengan guru Bahasa Arab untuk mengetahui permasalahan yang ada pada sekolahan tersebut, dan untuk memecahkan masalah yang ada akhirnya peneliti
memilih metode pembelajaran, metode yang peneliti gunakan adalah Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah).
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan sebanyak dua siklus, satu siklus terdiri dari 2 pertemuan yang dimulai pada bulan April. Adapun persiapan yang dilakukan untuk pelaksanaan tindakan Siklus I, diantaranya:
a) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan menggunakan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah) yang dapat menciptakan suasana menyenangkan bagi para siswa
b) Membuat instrument pengamatan untuk mengamati proses pembelajaran yang terdiri dari:
(1) Soal pre test dan post test
(2) Lembar observasi siswa untuk mengetahui ketrampilan siswa (maharatul kalam) dalam proses pembelajaran
(3) Menyiapkan media pembelajaran yang akan diperlukan dalam rencana tindakan
2) Pelaksanaan
Pada tahap ini, peneliti melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah) sebagai upaya peningkatan ketrampilan berbahasa Arab. Sedangkan guru sebagai pengamat (observer).
a) Pengamatan (observasi)
Kegiatan ini merupakan kegiatan pengumpulan data dengan mengamati setiap tindakan yang dilaksanakan yang meliputi: Aktivitas guru, interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa, interaksi siswa dengan bahan ajar atau semua fakta yang ada selama proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan ini dilakukan oleh seluruh TIM dalam PTK.
b) Refleksi
Data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan pembelajaran yang telah dilaksanakan, didiskusikan oleh peneliti dan guru sebagai pertimbangan untuk melangkah pada siklus selanjutnya.
H. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Dalam Penelitian Tindakan Kelas guru merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data. Penelitian ini adalah bersifat kolaborasi, yang mana tugas seorang peneliti adalah pengamat sedangkan guru adalah pelaksana. Adapun teknik pengumpulan data penulis menguraikan secara jelas pengamatan partisipatif, observasi aktivitas pembelajaran di kelas, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan empat macam tehnik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi.
Analisis data, yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis data kualitatif yakni data yang mengasumsikan realita sebagai sesuatu yang dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda dan juga fenomena sosial, perspektif individu yang diteliti. Data kuantitatif disini untuk mengetahui peningkatan kemahiran siswa dalam pembelajaran menyimak dan berbicara yang dilihat dari hasil post test. Akan tetapi dalam penelitian ini juga menggunakan statistik sederhana untuk membantu mengungkap data sebagai upaya memperoleh data atau informasi yang lengkap.
Sedangkan untuk data dari hasil pengamatan, dilakukan dengan proses stabulasi dalam bentuk prosentase untuk mengorganisasikan data. Untuk data berbentuk angka tersebut setelah diolah dan disajikan dalam bentuk table prosentase.
I. Indikator Keberhasilan
Keberhasilan akan tercapai apabila seorang siswa mampu dan menguasai materi dengan baik. Untuk mengetahui indikator tersebut dengan melihat hasil post test sebagai perbandingan dari pre test.
J. Sistematika Pembahasan
Dalam penyusunan skripsi agar lebih sistematis dan terfokus pada satu pemikiran, maka dalam pembahasan terperinci sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika pembahasan.
BAB II: Gambaran umum tentang MTs Darul Uluum yang menguraikan tentang letak dan keadaan geografis, sejarah berdiri dan proses perkembangan, dasar dan tujuan pendidikan, struktur organisasi, keadaan guru, siswa, dan karyawan dan keadaan sarana prasarana.
BAB III: Berisi tentang laporan hasil Penelitian Tindakan Kelas yaitu penerapan tindakan pada siklus pertama, kedua, dan selanjutnya.
Kemudian memaparkan pembahasan pembelajaran Bahasa Arab dengan menggunakan Metode Langsung (al-Thariqah al- Mubasyirah).
BAB IV: Penutup yang mencakup simpulan, saran-saran dan kata penutup. Dibagian akhir terdapat daftar pustaka dan beberapa lampiran yang terkait dengan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007
Abdul Hamid, Uril Baharuddin dan Bisri Mustofa, Pembelajaran Bahasa Arab
Pendekatan, Metode, Strategi, Materi, dan Media, UIN Malang Press,
2008
Abdul Munip, dkk, Al-‘arabiyah Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Jurusan
Pendidiakan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004
Furqonul Aziez dan Chaedar Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif Teori
dan Praktek, Rosdakarya, Bandung, 1996
Imron, Efektifitas Metode Langsung dalam Pengajaran Bahasa Arab di Kelas II
Madrasah Aliyah Keagamaan Raudhatul Ulum Sakatiga Indralaya OKI
Sumatra Selatan, Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2003
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2008.
Makrom Malibary dkk, Pedoman Pengajaran Bahasa Arab pada Perguruan Tinggi
Agama Islam IAIN, Jakarta, 1976.
M. Basyiruddin Usman dan Asnawir, Media Pembelajaran, Delia Citra Utama,
Jakarta, 2002
Nunung Nuraeni, Methode dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Pesantren Ibnul
Qoyyim Yogya, Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2002
Qaimah, Pembelajaran Bahasa Arab dengan Metode Langsung di Pondok
Pesantren Putra Ibnul Qoyyim Tegalyoso Stimulyo Piyungan Bantul,
Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2008.
Radliyah Zaenuddin, Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa
Arab, Pustaka Rihlah Group, Cirebon, 2005.
Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, Bumi Askara, Jakarta, 2008
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007.
0 Response to "Penelitian Tindakan kelas dengan penerapan Metode Langsung (al-Thariqah al-Mubasyirah)"
Post a Comment
Silahkan Berkomentar Sesuai Dengan Topik Pembahasan
Komentar Yang Mengandung Link Aktif Kami Anggap Sebagai Spam..!!